ASPEK HUKUM
TRANSAKSI (PERDAGANGAN)
MELALUI MEDIA
ELEKTRONIK (E-COMMERCE) DI ERA GLOBAL:
SUATU KAJIAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
ABSTRAK
Seiring dengan
perkembangan globalisasi, dunia perdagangan dan dunia bisnis ikut berkembang
dengan munculnya model transaksi bisnis dengan teknologi tinggi (high-tech
improvement). Kondisi ini di satu pihak membawa keuntungan terutama
karena efisiensi, namun di pihak lain membawa keraguan terutama untuk
permasalahan hukum mengenai legal certainty atau kepastian hukum, keabsahan
transaksi bisnis, masalah tanda tangan digital (digital signature), data
massage, jaminan keaslian (authenticity) data, kerahasiaan dokumen (privacy),
hukum yang ditunjuk jika terjadi pelanggaran kontrak (breach of contract),
masalah yurisdiksi hukum serta hukum yang diterapkan (aplicable law) bila
terjadi sengketa, pajak (tax), juga perlindungan terhadap konsumen
pengguna (protections of consumers).
A. PENDAHULUAN
Globalisasi
adalah salah satu kata yang sangat sering disebut-sebut pada akhir era
milenium dua dan awal milenium tiga ini. Ungkapan bahwa kita hidup pada era
globalisasi adalah ungkapan yang selalu disebut-sebut dalam diskursus di ruang
publik serta studi mengenai transfomasi atau perubahan sosial yang terjadi saat
ini.
Globalisasi
saat ini sering dilukiskan sebagai penyusutan terhadap ruang dan waktu yang
belum pernah terjadi sebelumnya, yang mencerminkan peningkatan interkoneksi
serta interdependensi sosial, politik, ekonomi, dan kultural masyarakat dunia. Umumnya
kajian ekonomi mengenai globalisasi menyampaikan pandangan bahwa esensi dari
globalisasi adalah ‘meningkatnya’ keterkaitan ekonomi nasional melalui
perdagangan (baik dengan model yang konvensional maupun dengan model yang
merujuk pada nilai-nilai serta perilaku modern : tambahan penulis), aliran
keuangan dan penanaman modal atau investasi asing secara langsung (foreign
direct investment).
Seiring
dan sejalan dengan perkembangan globalisasi, dunia perdagangan dan dunia bisnis
juga ikut berkembang. Dalam perkembangan yang paling mutakhir, muncul sebuah
model transaksi bisnis yang sangat inovatif yang mengikuti kemajuan teknologi
tinggi (high-tech improvement) di bidang media komunikasi dan informasi.
Ditemukannya teknologi internet (interconection networking) yaitu
suatu koneksi antar jaringan komputer, cybernet atau world wide web
(www) yang memungkinkan terjadinya transformasi informasi secara cepat
ke seluruh jaringan dunia melalui dunia maya telah melahirkan apa yang disebut
oleh Alvin Toflfler dalam The Third Wave (1982) sebagai ‘masyarakat
gelombang ketiga’.
Teknologi
internet telah pula merubah secara signifikan tiga dimensi kemanusiaan,
meliputi perilaku manusia (human action), interaksi manusia (human
interaction) dan hubungan antar manusia (human relations).
Dalam
bidang perdagangan, adanya teknologi internet atau cybernet memungkinkan
transaksi bisnis tidak hanya dilakukan secara langsung (face to face, direct
selling), melainkan dapat menggunakan teknologi ini. Media internet
sendiri mulai banyak dimanfaatkan sebagai media aktivitas bisnis terutama
karena kontribusinya terhadap efisiensi. Efisiensi merupakan salah satu
keuntungan dalam transaksi melalui media internet karena penghematan waktu,
baik karena tidak perlunya penjual dan pembeli bertemu secara langsung, tidak
adanya kendala transportasi dan juga sistem pembayaran (payment) yang
mudah.
Aktivitas
atau transaksi perdagangan melalui media internet ini dikenal dengan
istilah electronic commerce (e-commerce). E-commerce
tersebut terbagi atas dua segmen yaitu perdagangan antar pelaku usaha (business
to business e-commerce) dan perdagangan antar pelaku usaha dengan
konsumen (business to consumer e-commerce).
Di Indonesia sendiri, fenomena
transaksi dengan menggunakan fasilitas internet e-commerce ini sudah
dikenal sejak tahun 1996 dengan munculnya situs http:// www.sanur.com sebagai toko buku on-line
pertama.
Untuk
permasalahan hukum, masalah yang muncul biasanya mengenai legal certainty
atau kepastian hukum. Permasalahan tersebut misalnya mengenai keabsahan transaksi
bisnis dari aspek hukum perdata (misalnya apabila dilakukan oleh orang yang
belum cakap/dewasa), masalah tanda tangan digital atau tanda tangan elektronik
dan data massage. Selain itu permasalahan lain yang timbul misalnya
berkenaan dengan jaminan keaslian (authenticity) data, kerahasiaan
dokumen (privacy), kewajiban sehubungan dengan pajak (tax),
perlindungan konsumen (protections of consumers), hukum yang ditunjuk
jika terjadi pelanggaran perjanjian atau kontrak (breach of contract),
masalah yurisdiksi hukum dan juga masalah hukum yang harus diterapkan (aplicable
law) bila terjadi sengketa.
Hal ini disebabkan karena di dalam
transaksi e-commerce, para pihak yang melakukan kegiatan
perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public
network) yang terbuka. Koneksi ke dalam jaringan internet sebagai jaringan
publik merupakan koneksi yang tidak aman, sehingga hal ini menimbulkan
konsekuensi bahwa transaksi e-commerce yang dilakukan dengan koneksi ke
internet adalah bentuk transaksi beresiko tinggi yang dilakukan di media yang
tidak aman.
Dalam
bidang hukum, hingga saat ini Indonesia belum memiliki pranata hukum atau
perangkat hukum yang secara khusus dapat mengakomodasi perkembangan e-commerce,
padahal pranata hukum merupakan hal yang sangat penting dalam
bisnis. Dengan kekosongan hukum ini, maka dalam kesempatan penulisan
ini, akan berusaha dipaparkan mengenai aspek hukum transaksi e-commerce
dengan melakukan pembatasan sesuai dengan judul yang diambil yaitu Aspek
Hukum Transaksi (Perdagangan) melalui Media Elektronik (E-Commerce) Di
Era Global : Suatu Kajian Perlindungan Hukum terhadap Konsumen.
D. PEMBAHASAN
1. Definisi E-Commerce dan Proses
Perdagangan melalui Media Elektronik
Chissick dan Kelman misalnya
memberikan definisi yang sangat global terhadap e-commerce yaitu ‘a
board term describing business activities with associated technical data that
are conducted electronically’. Hampir senada dengan pengertian tersebut,
Kamlesh K. Bajaj dan Debjani Nag menyatakan bahwa e-commerce merupakan
satu bentuk pertukaran informasi bisnis tanpa menggunakan kertas (paperless
exchange of business information) melainkan dengan menggunakan EDI (Electronic
Data Interchange), electronic mail (e-mail), EBB (Electronic
Bulletin Boards), EFT (Electronic Funds Transfer) dan melalui
jaringan teknologi lainnya7.
Definisi
lain yang bersifat lebih teoritis dengan penekanan pada aspek sosial ekonomi
dikemukakan oleh Kalalota dan Whinston dengan menyatakan bahwa e-commerce
adalah sebuah metodologi bisnis modern yang berupaya memenuhi kebutuhan
organisasi-organisasi, para pedagang dan konsumer untuk mengurangi biaya (cost),
meningkatkan kualitas barang dan jasa serta meningkatkan kecepatan jasa layanan
pengantaran barang. United Nation, khususnya komisi yang menangani
Hukum Perdagangan Internasional menyatakan bahwa e-commerce adalah
perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan data massage electronic
sebagai media.
Dari
semua definisi mengenai e-commerce di atas, jelas esensinya menuju satu
substansi yang sama yaitu suatu proses perdagangan dengan menggunakan teknologi
dan komunikasi jaringan elektonik. Namun dari pengertian yang ada dalam
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, dapat dipahami bahwa e-commerce
bukan hanya perdagangan yang dilakukan melalui media internet saja (sebagaimana
yang dipahami banyak orang selama ini), melainkan meliputi pula setiap
aktifitas perdagangan yang dilakukan melalui atau menggunakan media elektronik
lainnya. Adapun media elektronik yang sering digunakan dalam transaksi e-commerce
adalah EDI (Electronic Data Interchange), teleks, faks, EFT (Electronic
Funds Transfer) dan internet.
2. Permasalahan Hukum (Kontrak) dalam Transaksi
E-Commerce
Dalam
tulisannya Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce, Esther Dwi Magfirah
mengidentifikasi beberapa permasalahan hukum yang dapat dihadapi konsumen dalam
transaksi e-commerce. Permasalahan tersebut adalah9:
1. otentikasi
subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;
2. saat
perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;
3. obyek
transaksi yang diperjualbelikan;
4. mekanisme
peralihan hak;
5. hubungan
hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik
penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, internet service
provider (ISP), dan lain-lain;
6. legalitas
dokumen catatan elektronik serta tanda tanan digital sebagai alat bukti.
7. mekanisme
penyelesaian sengketa;
8. pilihan
hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.
Berikut
akan dideskripsikan beberapa permasalahan yang bersifat substansial dan
prosedural dalam transaksi e-commerce serta pranata hukum yang dapat
memberikan perlindungan terhadap konsumen.
1. Permasalahan
yang Bersifat Substansial
2. Permasalahan
yang Bersifat Prosedural
3. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam
Transaksi E-Commerce
Salah
satu kelebihan atau keuntungan dalam e-commerce adalah informasi yang
beragam dan mendetail yang dapat diperoleh konsumen dibandingkan dengan
perdagangan konvensional tanpa harus bersusah payah pergi ke banyak tempat.
Melalui internet misalnya konsumen dapat memperoleh aneka informasi
barang dan jasa dari berbagai situs yang beriklan dalam berbagai variasi merek
lengkap dengan spesifikasi harga, cara pembayaran, cara pengiriman, bahkan
fasilitas pelayanan track and trace yang memungkinkan konsumen melacak
tahap pengiriman barang yang dipesannya.
Kondisi
tersebut memberi banyak manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan
jasa yang diinginkan dapat terpenuhi. Selain itu juga terbuka kesempatan untuk
memilih aneka jenis dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan
kemampuan finansial konsumen dalam waktu yang relatif efisien.
Permasalahan
hukum serta pemecahan yang sudah dijelaskan di atas, sebenarnya tidak lain dimaksudkan
sebagai upaya untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce.
Walaupun tiak secara khusus disebutkan untuk memberikan perlindungan terhadap
konsumen, namun mengingat permasalahan yang dihadapi adalah permasalahan yang umumnya
dihadapi oleh konsumen serta pemecahannya baik secara substansial maupun secara
prosedural, maka solusi yang telah diungkapkan di atas dapat digunakan untuk
memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Untuk jaminan keamanan, public
key infrastructure saat ini dioperasikan oleh banyak lembaga (dalam tataran
internasional, seperti Amerika Serikat misalnya) baik untuk menunjang digital
signature dan encryption (pengacakan). Salah satu cara untuk
mengimplementasikan public key infrastructure adalah dengan melakukan
sertifikasi antardomain (interdomain certification) atau dengan kata
lain penerbitan sertifikat oleh dan antar suatu Certification Authority.
E. PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai
fenomena yang relatif baru, bertransaksi bisnis dengan menggunakan teknologi
elektronik (e-commerce) memang menawarkan kemudahan. Namun memanfaatkan
teknologi sebagai fondasi aktivitas bisnis memerlukan tindakan dan
pengaturan yang terencana agar berbagai dampak yang menyertainya dapat
dikenali serta diatasi.
Sumber:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/278
Anggota Kelompok :
- Birilakbar
Ryanifian (21210423)
- Chalida
Fathia (21210546)
- Dinar
Tri Anggraini (22210069)
- Rizchi
ramadhan (28210922)
- Yulianti
(28210754)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar